Kamis, 27 Juli 2017

Hakikat Gambar Seri

Pengertian Gambar Seri
Gambar seri merupakan serangkaian gambar yang terpisah antara satu dengan yang lain tetapi memiliki satu-kesatuan urutan cerita. Gambar seri akan sulit dipahami ketika berdiri sendiri-sendiri dan belum diurutkan. Gambar seri akan memiliki makna setelah diurutkan berdasarkan pola-pola tertentu atau sesuai dengan urutan sebuah cerita.
Kunaefi (2001:13) menjelaskan gambar seri merupakan salah satu bentuk media gambar yang memiliki suatu urutan waktu tertentu yang menggambarkan suatu peristiwa atau kejadian dan dapat pula berbentuk suatu cerita tersusus. Media gambar seri sangat cocok digunakan untuk membentuk pikiran yang teratur.
Dalam kamus Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008:435) gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dsb) yang dibuat coretan pensil, dan sebagainya pada kertas, dan sebagainya. Sedangkan seri adalah rangkaian berturut-turut. Jadi gambar seri adalah rangkaian tiruan barang (orang, bianatang, tumbuhan, dsb) yang dibuat dengan coretan pensil dsb pada kertas, dan sebagainya yang berturut-turut.
Azhar Arsyad (2009:119) mengungkapkan gambar seri adalah gambar yang merupakan rangkaian kegiatan atau cerita yang disajikan secara berurutan. Siswa menggambar gambar seri secara berurutan sesuai dengan imajinasinya.
Noor, A. Y (dalam Tri Diana Rahmawati, 2007:35) mewakili bahwa gambar seri adalah sejumlah gambar dimana antara gambar yang satu dengan gambar yang lain saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Artinya, ketika menceritakan kejadian dalam gambar seri siswa harus memperhatikan urutan kejadian dalam gambar seri yang digambarnya.
Baugh (dalam Sulaiman 1998: 30) mengemukakan tentang perbandingan peranan tiap alat indera. Semua pengalaman belajar yang dimiliki seseorang dapat dipresentasikan yaitu: 90% diperoleh melalui indera lihat, 5% melalui indera dengar, dan 5% melalui indera lain. Pengalaman belajar manusia sebanyak 75% diperoleh melalui indera lihat, 15% melalui indera dengar dan selebihnya indera lain. Bertolak dari yang dikemukakan oleh para ahli di atas mengenai pengalaman belajar lebih banyak diperoleh melalui indera lihat, maka dalam proses belajar mengajar diupayakan penggunaan media visual sebagai alat bantu penyampaian materi pelajaran.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa menggambar gambar seri adalah kegiatan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan dialaminya baik mental maupun visual dalam bentuk garis dan warna untuk mengungkapkan ide, angan-angan, perasaan, pengalaman, imajinasi dan yang dilihatnya dengan menggunakan jenis peralatan menggambar tertentu yang digambar secara berurutan. Karena pada umunya semua pengalaman belajar yang dimiliki seseorang 90% diperoleh melalui indera lihat atau visual. Sedangkan kemampuan bercerita pada anak memiliki manfaat yang banyak salah satunya adalah untuk menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berpikir anak dimana manfaat tersebut adalah termasuk salah satu karakteristik anak. Sedangkan anak yang memiliki kemampuan berimajinasi akan dapat mengantarkan anak menjadi pemikir kreatif yang tentu saja amat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak di masa depan. Agar anak mampu menghadapi dan mencari solusi atas setiap permasalahan yang dihadapinya kelak.

Hakikat Menggambar

Definisi Menggambar
             Menggambar adalah proses membuat gambar dengan cara menggoreskan benda-benda tajam seperti pensil atau pena pada bidang datar misalnya permukaan papan tulis, kertas, atau dinding (Depdikbud, 2005: 15). Menurut Hajar Pamadhi (2008: 2.8) aktivitas menggambar merupakan kegiatan naluriah atau alami bagi anak, karena hampir setiap hari anak melakukan ini untuk bercerita dengan orang lain. Aktivitas menggambar adalah kegiatan manusia untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan dialaminya baik mental maupun visual dalam bentuk garis dan warna (Depdikbud, 2005: 47). Dikatakan pula bahwa menggambar adalah proses mengungkapkan ide, angan-angan, perasaan, pengalaman dan yang dilihatnya dengan menggunakan jenis peralatan menggambar tertentu.
             Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 250) menggambar adalah membuat gambar atau melukis. Dalam Tarja Sudjana, Irin Tambrin, Tity Soegiarty, dan Maman Tocharman (2001: 1), menggambar diartikan dengan membuat gambar. Mengandung makna bahwa menggambar merupakan membuat tiruan benda yang berupa orang, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya yang dibuat pada bidang datar dengan alat yang menghasilkan jejak yang jelas dijelaskan. Dalam kajian lain, seperti dikutip dalam Saiful Haq (2008: 1), menggambar dipandang sebagai kegiatan suatu penguraian penjelasan untuk suatu keperluan sehingga cukup hanya dinyatakan dengan goresan goresan dan coretan-coretan garis saja.
Menurut Soedarso (dalam Suwarna, 2007: 10) menggambar adalah suatu pengucapan pengalaman artistik yang ditumpahkan dalam bidang dua dimensional dengan garis warna. Dengan demikian menggambar merupakan bahasa visual dan merupakan salah satu media komunikasi yang diungkapkan melalui garis, bentuk, warna dan teksture. Dijelaskan pula dalam Suwarna (2007: 10) bahwa menggambar juga merupakan curahan isi jiwa seseorang yang bernuansa estetis, kreatif, harmonis, dan ekspresif, yang tidak terlepas dari sensitivitas, mengandung pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain yang melihatnya, dan hal ini dapat menimbulkan sesuatu.
Pembelajaran di TK aktivitas menggambar yang digunakan antara lain: jenis menggambar bebas, menggambar imajinatif, dan mewarnai gambar. Kegiatan atau aktivitas menggambar bagi anak adalah media berekspresi dan berkomunikasi yang dapat menciptakan suasana aktif, asyik, dan menyenangkan anak (Depdikbud, 2005: 47) dan hasil dari kegiatan tersebut disebut gambar. Melalui aktivitas menggambar anak dapat mencurahkan segala isi hatinya dalam bentuk gambar, sehingga apa yang ia inginkan, apa yang ia senangi, bahkan apa yang tidak disenangi dapat disalurkan dalam bentuk gambar (Suwarna, 2005: 21).
           Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas menggambar anak usia dini merupakan ungkapan hati untuk menyatakan keinginan, perasaan, pikiran dalam bentuk goresan atau gambar. Aktivitas menggambar dalam penelitian ini adalah suatu kegiatan menggambar yang dilakukan melalui menggambar komik (cerita berseri) di atas kertas HVS.

 Tujuan Pengajaran Menggambar pada Anak 
        Pengajaran menggambar (bagian dari aspek seni ) bertujuan supaya anak mempunyai kemampuan dasar untuk mengekspresikan diri dengan menggunakan berbagai media (Depdiknas 2004:25). Adapun tujuan utama menggambar ialah: (1) Mengembangkan kebiasaan pada anak untuk mengekspresikan diri; 
(2) Mengembangkan daya kreaktivitas; 
(3) Mengembangkan kemampuan berbahasa; 
(4) Mengembangkan citra diri anak, 

Manfaat Pengajaran Menggambar pada Anak 
              Manfaat menggambar untuk anak adalah : 
(1) Menggambar dalam bentuk apapun merupakan ekspresi dan bagian dari proses kreatif dan imajinatif mereka di masa kecil. Dengan menggambar, anak akan belajar mencipta atau berkreasi, menuangkan ide-idenya, serta memvisualisasikan dan merealisasikan imajinasinya dalam sebuah karya. 
(2) Membantu proses perkembangan aspek kognitif, kecerdasan emosional dan kecerdasan motorik mereka. Menggambar dapat membantu meningkatkan konsentrasi anak, melatih daya ingat, kesabaran, ketelitian dan keuletan anak dalam menghasilkan sesuatu. Selain sebagai bentuk ekspresi, menggambar juga dapat membantu menyalurkan bentuk-bentuk emosi yang dirasakan anak melalui gambar. Menggambar juga melatih keterampilan dan kemampuan motorik halus anak. Seperti halnya menulis, menggambar dapat melatih gerak tangan untuk menghasilkan tulisan atau bentuk gambar yang lebih baik. 
(3) Mengasah bakat anak yang bisa berdampak signifikan terhadap kemampuan dan skill mereka di masa depan. Semua anak mungkin suka menggambar dan bisa menggambar, tetapi anak yang berbakat menggambar bisa menghasilkan gambar yang lebih bagus. Karena itu, ketika anak mulai mencorat-coret media yang ditemukannya, simpanlah kata “jangan” dan gantilah dengan memberikan media menggambar yang tepat seperti kertas, buku gambar, atau karton. Biarkan mereka berekspresi, serta berikan pula apresiasi atas gambar yang mereka buat atau mereka warnai. Bakat bisa diminati jika terus dilatih, dibiasakan dan dikembangkan dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. 
(4) Menggambar sebagai sebuah stimulus untuk menumbuhkan minat belajar, sekaligus metode pembelajaran dan pendidikan berbasis kreativitas, dengan syarat anak dibiarkan mengekspresikan pikiran dan perasaannya lewat gambar tanpa selalu diberikan objek tiruan. Gambar yang berantakan khas coretan anak lebih mencerminkan naturalitas dan kreativitas dari pada kehalusan bentuk yang dihasilkan dari meniru objek yang ada.

Tahapan Menggambar 
          Menurut Lowenfeld (dalam Sumanto, 2006:30) Pada rentang usia 3 samapai 6 tahun, anak masuk dalam 2 tahapan tingkat menggambar yaitu: 
(1) Tahap Coreng Mencoreng 
      Dimulai dari usia 2 tahun dan berakhir di usia 4 tahun. Tahap ini terbagi menjadi tahap tak beraturan, tahap corengan terkendali dan tahap corengan bernama. Pada masa ini anak belum menggambar untuk mengutarakan suatu maksud. Anak hanya ingin membuat sesuatu yang dikemukakannya melalui mencoreng. Setelah mencoreng anak akan merasa senang. Tahap ini merupakan masa permulaan bagi anak untuk menggambar yang sesungguhnya. Di akhir tahap ini anak mulai memberi nama pada corengannya, mulailah corengan tersebut bermakna sebagai ungkapan emosi anak. 
(2) Tahap Prabagan 
        Dimulai dari usia 4 tahun dan berakhir pada usia 7 tahun. Di tahap ini motorik anak sudah lebih berkembang. Ia bisa mengendalikan tangan dan menuangkan imajinasinya dengan lebih baik. Di tahap ini anak menggambar dengan penekanan pada bagian yang aktif dan sering melupakan beberapa bagian. Contoh, jika anak menggambar orang, maka penekanan dilakukan pada bagian kepala, tangan dan kaki. Sering kali kita melihat anak pada tahapan ini menggambar orang sebagai satu keutuhan lingkaran dengan mata, tangan dan kaki yang juga menempel pada lingkaran tersebut. 
Pada tahap ini anak lebih mengutamakan hubungan gambar dengan objek dari pada hubungan warna dengan objek. Kerap kali kita temukan gambar dengan warna yang tidak sesuai aslinya. Umpama, langit warna merah, jalan warna kuning, dan sebagainya. Objek gambar pun masih dari objek-objek yang ada di sekitarnya, seperti orangtua, binatang peliharaannya, dan lainnya. Maka dari itu, orangtua perlu mengenalkan berbagai hal dan objek-objek yang dapat dieksplorasi oleh anak untuk dituangkan dalam bentuk gambar. 
       Dapat disimpulkan disini dalam proses belajar menggambar yang mencakup berbagai tema sesuai dengan kurikulum TK bertujuan untuk memenuhi kepentingan perkembangan potensi anak. Tersirat didalamnya yaitu pembentukan fungsi jiwa anak dalam bentuk karya gambarnya.

       Sedangkan menurut Handayani (2004) mengemunkakan beberapa tahapan gambar, yaitu sebagai berikut:
a. Pada usia 2 tahun anak hanya dapat menggambar berupa coretan/scribble, gambaran yang dibuat anak bisa berupa garis vertikal ataupun zig-zag.
b. Pada usia 3 tahun, anak sudah bisa menggambar berbagai macam bentuk, misalnya saja bentuk segitiga, lingkaran, kotak, silang, dan lain-lain.
c. Pada usia 4-5 tahun, anak akan mulai merubah gambarannya dari gambar yang abstrak menjadi gambar yang hampir atau sudah menyerupai bentuk aslinya. Tahap ini disebut dengan tahap gambar atau pictorial stage.

      Tahapan menggambar lain dikemukakan oleh Victor Lowenfeld dalam Suratno (2005: 110-112) dibedakan menjadi beberapa tahap, yaitu (1) tahap scribble usia 2-4 tahun, (2) tahap praskematik (preschematic stage) usia 4-7 tahun, (3) tahap schematic usia 7-9 tahun. Dalam hal ini, anak usia dini hanya sampai pada tahap kedua.
          Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa annak mempunyai beberapa tahapan dalam menggambar, dimana dalam setiap tahapannya pasti akan dimulai dari coretan sederhana sampai ke coretan yang lebih kompleks. Pada anak usia 5 tahun, mereka sudah dapat menggambar menyerupai bentuk aslinya.

Macam-Macam Menggambar 
1) Menggambar Ekspresi 
     Menggambar ekspresi adalah usaha mengunggkapkan dan mengkomunikasikan pikiran, ide/ gagasan, gejolak perasaan/emosi serta imajinasi dalam wujud dwimitra yang bernilai artistik dengan menggunakan garis dan warna. Unsur yang menonjol adalah garis. Seluruh kontur maupun isian warna berupa garis. ungkapan tersebut sangat pribadi, sehingga gambar yang dihasilkan menunjukan kreativitas maupun keterampilan sesuai dengan diri penggambar. 

2) Menggambar bentuk 
   Menggambar bentuk merupakan usaha mengungkapkan dan mengkomunikasikan pikiran, ide/gagasan, gejolak perasaan/ emosi serta imajinasi dalam wujud dwimatra yang bernilai artistik dengan menggunakan garis dan warna. Hasil gambarannya menunjukan kreativitas maupun keterampilan penggambar dalam menampilkan ketepatan bentuk maupun jenis benda yang digambar.

3) Menggambar ilustrasi 
      Ilustrasi berasal dari kata bahasa Belanda yaitu ilustratie, yang artinya hiasan dengan gambar/ pembuatan sesuatu yang jelas. Ilustrasi dapat dilihat pada karya cetak maupun dalam buku-buku, yang fungsinya menambah kejelasan pada buku bacaan atau menghiasi buku. Bermacam-macam gambar, seperti karikatur, gambar manusia, binatang, diagram, foto dan bagan yang terdapat dalam buku pelajaran biologi, sejarah, bahasa maupun dalam majalah atau buku cerita termasuk ilustrasi. 
Berdasarkan macam-macam menggambar diatas yang menjadi acuan peneliti adalah menggambar ekspresi karena dengan menggambar ekspresi ini sangat cocok untuk anak menuangkan ide/gagasanya sendiri dengan bebas

Karakteristik Perkembangan Menggambar
      Karakteristik pada perkembangan menggambar yang sesuai dengan anak usia dini adalah sebagai berikut:
1) Tahap scribble (goresan) sekitar usia 2-4 tahun
Pada tahap ini, anak belum mempunyai pola tertentu dalam menggambar, sehingga produk yang dihasilkan oleh anak tampak belum teratur, acak, dan tidak berpola. Pada usia ini, anak sudah mampu untuk menggambar ataupun menggaris walaupun bentuk yang dihasilkan masih seperti cakaran ayam.
Pada usia ini, anak belum mampu menggambar sesuai dengan keinginannya. Gambar yang dihasilkan oleh anak masih bersifat sangat acak dan tidak beraturan. Pada tahap ini hal yang menarik adalah dalam proses menyelangnyelingkan gambar ataupun garis dan seringnya menggunakan banyak kertas untuk membuat gambar ataupun garis cakar ayam tersebut. Setelah tahapan ini dilalui oleh anak, maka akan akan muncul tahapan selanjutnya, yaitu tahapan transisi menuju aktivitas motorik yang lebih terkendali.
Pada tahap transisi ini, anak sudah mampu membuat garis dan lingkaran mengikuti arah keinginan yang diharapkan, namun dia belum mampu menggambar objek yang diinginkan.

2) Tahap Praskematik sekitar usia 4-7 tahun
Pada tahap ini, untuk pertama kalinya anak mulai menggambar objek yang pernah dilihatnya baik itu benda maupun manusia. Namun pada dasarnya anak akan lebih senang menggambar objek manusia. Menurut Victor Lowenfeld dalam Bandi Sobandi anak cenderung menggambar objek berupa kepala-berkaki, yaitu sebuah lingkaran yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki. Melalui pengalaman anak dalam menarik goresan-goresan garis mendatar, tegak, dan melingkar yang selanjutnya berkembang menjadi wujud ungkapan-ungkapan yang dikaitkan dengan bentuk objek tertentu (file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._SENI_RUPA/ 197206131999031-BANDI_SOBANDI/KARAKTERISTIK_LUKISAN_ANAK-ANAK(materi).pdf). Ciri dari tahap ini adalah anak telah dapat menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitar. Aspek warna belum ada hubungannya dengan objek, bisa saja anak menggambar orang denganwarna merah, biru, coklat, atau warna lain sesuai dengan keinginan anak. Selain itu, penempatan dan ukuran objek bersifat subjektif, didasarkan pada kepentingan anak sendiri. Misalnya jika objek yang akan digambar dianggap penting baginya, maka objek tersebut akan digambar lebih besar daripada objek yang lain. Ini dinamakan dengan “perspektif batin”. Selain itu, dalam hal ini anak juga belum menguasai penempatan objek dan penguasaan ruang (Victor Lowenfeld dalam Bandi Sobandi: 10).
          Berdasar pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tahapan menggambar anak usia 5-6 tahun berada pada tahap praskematik, dimana pada tahap ini anak cenderung menggambar objek manusia kepala berkaki. Selain itu, ciri pada tahap ini yaitu: anak sudah dapat menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitar, belum memperhatikan aspek warna yang berhubungan dengan objek asli, serta penempatan objek masih bersifat subjektif.

 Gagasan Menggambar bagi Anak Usia Dini
           Gagasan menggambar yang dilakukan oleh anak usia dini menurut Hajar Pamadhi (2008: 2.38) ada beberapa hal, seperti: menggambar bentuk, menggambar tematis, dan menggambar non-tematis. Namun, dalam hal ini peneliti akan membahas mengenai menggambar bentuk dan menggambar tematis bagi anak usia dini.
a) Menggambar bentuk
Menggambar bentuk adalah kegiatan untuk mewujudkan kesan dari suatu benda yang dilihat atau diamati (Sumanto, 2006: 53). Lebih lanjut Sumanto (2006: 53) mengemukakan bahwa kegiatan menggambar bentuk bertujuan untuk menggambarkan wujud benda yang menduduki suatu tempat atau ruangan. Menggambar bentuk pada usia 5-6 tahun (tahap praskematik) dapat diwujudkan dengan menggambar menggunakan bentuk-bentuk geometri untuk memberikan kesan objek dunia sekitar (Victor Lowenfeld dalam Bandi Sobandi:10). Oleh karena itu, dalam hal ini aspek yang dinilai lebih kepada aspek kerapian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 729) yang dimaksud dengan rapi adalah baik, teratur, bersih, apik. Karena definisi rapi disini banyak persepsi, maka yang paling sesuai dengan kegiatan menggambar bentuk adalah rapi yang berarti teratur dan bersih.

b) Menggambar Tematis
Menggambar tematis maksudnya adalah menggambar dengan berbagai media berdasarkan tema-tema tertentu, tema ini adalah tema yang biasanya ditemui dalam kehidupan sehari-hari ataupun mengenai sesuatu hal yang dianggap aneh (Hajar Pamadhi, 2008: 2.42). Selain itu, Hajar Pamadhi (2007: 16) juga mengemukakan hal lain bahwa menggambar tematis adalah menggambar dengan tema yang sering dijumpai anak sehari-hari atau tema yang berupa: tema lingkungan sekitar, cerita masa lalu, cerita yang akan datang, menggambar isi buku, dan menggambar komik.
Kegiatan menggambar yang akan dilakukan dalam hal ini menggunakan tema-tema yang berada di TK. Sebab, penggunaan tema dalam pembelajaran di TK sangat penting dikarenakan sesuai dengan karakteristik perkembangan anak yang bersifat holistik (Djauhar Siddq dkk, 2006: 81). Tema yang digambar oleh anak pastilah sesuai dengan tahap perkembangannya. Karena pada tahap ini anak berada pada tahap pra-operasional kongret, maka gambar yang dihasilkan oleh anak adalah gambar realistis namun belum membentuk gambar yang proposional. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Jean Piaget dalam Paul Suparno (2001: 53) bahwa gambar yang dihasilkan oleh anak adalah gambar yang realistis meskipun belum proposional.
Jean Piaget dalam Paul Suparno (2001: 53) lebih lanjut menjelaskan bahwa realistis disini bukan seperti yang dipikirkan oleh orang dewasa. Namun lebih pada pemikiran anak, yaitu bukan realistis menurut perspektif yang sesungguhnya dari benda atau kejadian yang digambar. Misalnya, anak yang berusia 5 tahun diminta untuk menggambar rumah dan pohon yang ada di pengunungan. Anak itu pasti akan menggambarkan rumah dan pohon tegak lurus pada pinggir pengunungan. Karena dalam hal ini anak belum paham bagaimana menggambar perspektif yang benar. Pada saat menentukan tema, tema yang dipilih juga harus relevan dengan minat anak, dapat dikembangkan melalui kegiatan pengalaman langsung serta dimulai dengan lingkungan yang paling dekat dengan anak (Djauhar Siddq dkk, 2006: 81).

Hakikat Bercerita pada anak usia dini

Definisi Bercerita
            Bercerita merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan oleh anak usia dini dalam mengungkapkan perasaan dan pengalamannya. Kemampuan bercerita melibatkan pikiran, imajinasi, kesiapan mental, keberanian, dan perkataan yang jelas agar mudah dipahami oleh orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 210), bercerita adalah menuturkan cerita. Bercerita adalah penyampaian rangkaian peristiwa atau pengalaman yang dialami oleh seorang tokoh. Tokoh tersebut dapat berupa diri sendiri, orang lain, atau bahkan tokoh rekaan, baik berwujud orang maupun binatang.
Keterampilan bercerita memerlukan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan berpikir yang memadai. Dalam bercerita diperlukan penguasaan tata bahasa agar hubungan antar kata dan kalimat menjadi jelas. Penggunaan kata dan kalimat yang tepat dalam bercerita memudahkan pendengar memahami isi cerita. Isi cerita yang mudah dipahami menunjang tercapainya tujuan penyampaian  maksud antara seorang yang bercerita dengan pendengar.

Tujuan Bercerita
Tujuan umum bercerita adalah menyampaikan informasi atau berkomunikasi dengan orang lain. Agar dapat menyampaikan informasi secara efektif, seorang yang bercerita harus memahami segala makna yang disampaikan. Tarigan (2008: 17) mengungkapkan tiga tujuan umum dari kegiatan bercerita
sebagai berikut:
a. Memberitahukan dan melaporkan (to inform),
b. Menjamu dan menghibur (to entertain),
c. Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).

Manfaat Bercerita
Kegiatan bercerita memiliki peranan yang penting untuk melatih komunikasi peserta didik. Melalui keterampilan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, dapat mengungkapkan perasaan sesuai dengan yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dapat mengungkapkan keinginan, dan membagikan pengalaman yang diperoleh pencerita. Sama seperti yang diungkapkan oleh Tarigan (2008: 32), bahwa kegiatan bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Menurut Musfiroh (2005:95) manfaat bercerita sebagai berikut :
a.         Membantu pembentukan moral dan pribadi anak
b.         Menyalurkan imajinasi dan fantasi
c.         Memacu kemampuan verbal
d.         Merangsang minat menulis anak
e.         Membuka cakrawala pengetahuan anak
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, kegiatan bercerita bermanfaat untuk menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berpikir anak. Dalam pembelajaran di taman kanak-kanak, keterampilan bercerita diajarkan agar dapat membentuk generasi muda yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami.
Dalam bercerita, anak tidak hanya melakukan komunikasi atau menyuarakan gagasan serta idenya saja, namun terdapat berbagai manfaat yang dapat diambil oleh anak sebagai proses menuju semakin matangnya perkembangan dirinya. Menurut Hendra (2012), manfaat yang dapat diambil dalam bercerita untuk anak yaitu: a) membangun kedekatan sosial-emosional dengan orang lain baik teman maupan orang dewasa, b) media penyampaian pesan, c) mengembangkan pola berpikir kritis dan imajinasi, d) menyalurkan dan mengembangkan emosi personal yang baik, e) membantu proses motorik halus peniruan perbuatan baik yang diperankan tokoh dalam cerita, f) memberikan dan memperkaya pengalaman batin, g) sarana hiburan dan menarik perhatian, h) menggugah minat baca, i) membangun watak mulia (Hendra, 2012).

Manfaat-manfaat bercerita yang disebutkan di atas merupakan manfaat yang saling terintegrasi dan mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak pada usia emasnya. Kegiatan bercerita yang dilakukan oleh anak tidak terlalu berbeda dengan bercerita orang dewasa, anak tidak dituntut untuk menuturkan susunan kata atau kalimat dengan sempurna sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Anak hanya diajarkan untuk dapat berani dan bebas menyampaikan ide, gagasan, serta perasaan dengan cara mereka yang menyenangkan dan tidak menjadikannya suatu beban. Selain itu, keterampilan bercerita ini juga menjadikan anak mulai belajar tepat dalam menuturkan idenya, sehingga dapat menjadi kebiasaan yang baik dan dapat terus diaplikasikan anak hingga dewasa.

Hakikat Imajinasi Pada Anak Usia Dini

Definisi Imajinasi
            Pada masa anak usia dini, anak-anak tidak bisa lepas dari imajinasi. Imajinasi yang memberikan kejutan pada setiap permainannya yang penuh dengan ekspresi. Bahkan imajinasi juga merupakan suatu proses belajar yang penting bagi anak untuk mencapai keinginannya. Dalam dunia anak-anak, kemampuan berimajinasi sangatlah penting, karena dengan kemampuan berimajinasi anak memiliki kesempatan untuk menciptakan suatu objek. Dengan kemampuan imajinasi, anak dapat bebas memikirkan sesuatu tanpa dibatasi oleh aturan yang mungkin tidak sesuai dengan keinginannya dan cenderung membosankan bagi anak. Menurut Ajeng Yusriana (2012), Imajinasi adalah tolok ukur kecerdasan anak. Karena itu, mengembangkan imajinasi anak secara otomatis juga mengasah kecerdasan anak itu sendiri. Salah satu tugas guru anak usia dini adalah bagaimana ia mampu mengembangkan imajinasi anak
Pengertian imajinasi sendiri adalah daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang; khayalan (http://kbbi.web.id/imajinasi).

Ciri-ciri Anak Memiliki Imajinasi
Adapun ciri-ciri anak yang mempunyai imajinasi yaitu:
1.         Mempunyai kemampuan bernalar yang bagus.
2.         Bisa belajar dengan cepat.
3.         Punya perbendaharaan kata yang luas.
4.         Punya kemampuan mengingat yang bagus.
5.         Bisa kosentrasi lama pada hal-hal yang menarik bagi dirinya.
6.         Punya rasa ingin tahu yang tinggi (Scribd.com.Ciri-ciri Anakberimajinasi)


Manfaat berimajinasi
Menurut Ajeng Yusriana (2012), bahwa imajinasi itu sangat penting bagi perkembangan anak. Bahkan, seorang guru nyaris tidak memanfaatkan waktunya untuk mengembangkan imajinasi anak terutama di dalam kelas. Karena itu, perlu diketahui apa saja manfaat imajinasi itu bagi perkembangan anak.
a.                  Memiliki kemampuan komunikasi dan bersosialisasi yang tinggi
Kemampuan berimajinasi erat kaitannya dengan berkomunikasi. Anak-anak yang terlatih imajinasinya, pasti lebih cerdas dan berani mengungkapkan segala sesuatu yang ia tangkap atau dilihat. Imajinasi memungkinkan dirinya merespons setiap sesuatu yang terjadi; otaknya aktif dan memiliki pandangan yang luas.
Didalam kelas, anak-anak yang imajinasinya kuat dan terlatih, pasti lebih cerdas dibanding yang lainnya. Komunikasinya lihai dan kritis. Dari kemampuan berkomunikasi itulah proses sosialisasi berlangsung. Ide-idenya mulai disosialisasikan kepada teman-temannya, bahkan tak jarang kepada orang tuanya sendiri. Ide-ide itu sendiri diabngun lewat sekian cerita yang didengar atau fakta-fakta yang didapatnya sendiri.
Dengan demikian, imajinasi yang terasah dengan baik memungkinkan anak-anak memiliki kecakapan komunikasi serta sosialisasi yang kuat. Seorang guru harus mampu merangsang imajinasi anak didiknya agar dua kemampuan itu bisa mereka capai.

  1. Cerdas menganalisa dan kreatif
Hal yang membedakan antara anak yang imajinasinya terasah dengan yang tidak salah satunya ialah dalam menganalisa. Ketika menyikapi fakta yang terjadi di sekelilingnya, anak yang memiliki kemampuan imajinasi pasti otaknya aktif menganalisa. Tidak mudah kagum dan percaya. Itulah ciri utamanya. Imajinasinya mengembara kemana-mana untuk kemudian mendapatkan pemahaman terhadap fakta yang baru saja dilihat.


  1. Wawasannya semakin luas
Imajinasi tidak sama dengan angan-angan. Imajinasi membuat anak semain bertambah luas wawasannya. Sebaliknya, angan-angan membuat anak tidak kreatif, pasif, dan tidak cerdas. Dengan demikian, imajinasi anak-anak yang terlatih sejak kecil pasti akan membuahkan hasil, yakni wawasannya bertambah luas.

  1. Semakin Percaya Diri
Mengasah imajinasi secara tidak langsung juga mmbuat rasa percaya diri bertambah. anak-anak yang tekun belajar dan aktif mengembangkan imajinasinya, maka kepercayaan dirinya semakin tumbuh dan ia semakin bersemangat untuk belajar dan belajar. Sedangkan anak-anak yang jarang mengasah imajinasinya, lambat laun pasti mengalami patah semangat, frustasi, dan ujung-ujungnya kurang percaya diri.
            Dengan demikian, imajinasi harus diposisikan sebagai instrumen penting dalam menopang belajar. Sebab, ia sangat positif dalam membangun kepercayaan diri.

  1. Imajinasi yang kuat bisa memunculkan bakat
Tidak semua anak mampu mengembangkan imajinasinya. Semua itu bergantung dari lingkungan di mana anak-anak itu tinggal. Jika di rumah, tentulah orang tua yang bertanggung jawab. Namun, saat berada di sekolah, maka gurulah yang memikul tanggung jawab itu. Terlepas dari siapapun yang bertanggung jawab itu. Terlepas dari siapa pun yang berperan terhadap pengembangan imajinasi anak, harus disadari bahwa imajinasi yang kuat bisa memnculkan bakat.
Lihatlah anak-anak yang memiliki imajinasi kuat dan mengembangkannya dengan baik, pasti bakatnya lebih menonjol dibanding yang lainnya. Dengan demikian, bakat itu juga bisa muncul jika memiliki imajinasi yang kuat.


Kemampuan anak berimajinasi akan mengantarkan anak menjadi pemikir kreatif yang tentu saja amat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak di masa depan. Agar anak mampu menghadapi dan mencari solusi atas setiap permasalahan yang dihadapinya kelak.

hakekat Taman Kanak-Kanak

Dalam https://paud-anakbermainbelajar.blogspot.co.id (2016), pendidikan Taman Kanak-kanak yang sering disebut TK merupakan salah satu bentuk PAUD pendidikan anak usia dini yang memiliki peran penting untuk mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan TK merupakan jembatan antar lingkungan keluarga dengan masyarakat yang lebih luas yaitu sekolah dasar dan lingkungan lainnya.
Sebagai salah satu bentuk pendidikan anak usia dini, lembaga ini menyediakan program pendidikan dini, sekurang-kurangnya anak usia 4 tahun sampai memasuki jenjang pendidikan dasar. Istilah anak usia dini di Indonesia ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 14 menyatakan :
" Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membentuk pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut".

TK merupakan bentuk pendidikan anak usia dini yang berada pada jalur pendidikan formal, sebagai mana dinyatakan dalam Undang-undang Sistem pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 "Pendidikan aak usia dini pada jalur pendidikan formal benrbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat".
TK adalah jenjang pendidikan formal pertama yang memasuki anak usia 4-6 tahun, sampai memasuki pendidikan dasar. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1990, tentang pendidikan prasekolah BAB I pasal 1 disebutkan; "Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik diluar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar (Depdikbud, Dirjen dikdasmen,1994: 4).

Jumat, 22 Januari 2016

MAKALAH “Kegiatan Belajar Mengajar dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran makalah PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) dan Model Pembelajaran Kelompok dengan Sudut Pengaman”

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Pembelajaran merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Pembelajaran ibarat jantung dari proses pendidikan. Pembelajaran yang baik cenderung menghasilkan lulusan dengan hasil belajar yang baik pula, demikian pula sebaliknya.
Membelajarkan anak usia dini gampang-gampang susah. Kadang kita memberikan fasilitas belajar yang mahal dan berharap anak belajar banyak, tetapi kenyataannya malah anak tidak belajar. Kadang dengan mainan yang amat sederhana dan murah anak-anak sangat tertarik dan ingin tahu banyak tentang mainan itu dan mekanisme kerjanya. Bermain sambil belajar, dimana esensi bermain menjiwai setiap kegiatan pembelajaran amat penting bagi PAUD.
Pembelajaran anak usia din menggunakan esensi bermain. Esesnsi bermain meliputi perasaan senang, demokratis, aktif, tidak terpaksa, dan merdeka. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga menyenangkan, membuat anak tertarik untuk ikut serta dan tidak terpaksa. Guru memasukkan unsur-unsur edukatif dalam kegiatan bermain tersebut, sehingga anak secara tidak sadar telah belajar berbagai hal.
Materi pembelajaran PAUD juga amat variatif. Ada pendapat yang menyatakan bahwa PAUD hanya mengembangkan logika berpikir, berprilaku, dan berkreasi. Adapula yang menyatakan bahwa PAUD juga mempersiapkan anak untuk siap belajar, yaitu siap belajar berhitung, membaca, menulis. Ada pula yang menyatakan bahwa materi pembelajaran bebas. Yang penting PAUD mengembangkan aspek moral, emosional, social, fisik motork dan intelektual. Banyak pertanyaan dari guru dan orang tua tentang bagaiman mengajarkan anak agar sesuai tingkat perkembangannya mampu mengenal bilangan, berhitung, membaca dan menulis.
Pada kenyataan dilapangan hasil belajar siswa selama ini masih kurang dan belum sesuai dengan yang diharapkan, baik secara intelektual maupun sikap. Siswa belum mencapai tahap kompetensi yang ideal. Oleh karena itu perlu adanya perubahan dalam proses pembelajaran dari kebiasaan yang sudah berlangsung selama ini. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis akan mencoba membahas Model PAIKEM karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.




1.2.            Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut;
1.                  Apa yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran PAIKEM ?
2.                   Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran kelompok dengan sudut pengaman ?

1.3.            Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah diatas bertujuan untuk Mengetahui Pengertian, Ciri-Ciri, Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan, Prinsip-Prinsip, dan Langkah-Langkah dari pendekatan pembelajaran PAIKEM dan model pembelajaran kelompok dengan sudut pengaman.























BAB II
PEMBAHASAN

2.1.            Pengertian Model PAIKEM
PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.
Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan. Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas, perasaan tertekan dengan tenggat waktu tugas, kemungkinan kegagalan, keterbatasan pilihan, dan tentu saja rasa bosan.
Membangun metode pembelajaran inovatif sendiri bisa dilakukan dengan cara diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Artinya mengukur daya kemampuan serap ilmu masing-masing orang. Contohnya saja sebagian orang ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan kinestetik. Dan hal tersebut harus disesuaikan pula dengan upaya penyeimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan yang akan mengakibatkan proses renovasi mental, diantaranya membangun rasa percaya diri siswa.
Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi.
Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Siswa tidak memungkiri metode “PAIKEM” sama dengan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan” merupakan metode yang sangat mengerti dan memahami kondisi siswa. bagaimana guru menyampaikan materi merupakan penilaian utama siswa, seorang guru mempunyai wawasan yang luas akan tergambar dengan cara bagaimana seorang guru menyampaikan pembelajaran di kelas, fokus terhadap materi dan penyampaian yang mudah dimengerti oleh siswa. peduli terhadap siswa dan tidak pilih-memilih (diskriminatif), performance yang menarik serta bisa dijadikan partner dalam berdiskusi dan berkeluh kesah merupakan sekian banyak kriteria yang siswa sampaikan jika seorang guru ingin menjadi favorit di mata siswa (Herman, 2008).

1.                  Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya.
Dalam pembelajaran aktif, guru lebih banyak memposisikan dirinya sebagai fasilitator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar (to facilitate of learning) kepada siswa. Dalam kegiatan ini siswa terlibat secara aktif  dan berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak memberikan arahan dan bimbingan, serta mengatur sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran. (Rusman, 2010: 322-324).

2.                  Pembelajaran Inovatif
Pembelajaran inovatif juga merupakan strategi pembelajaran yang mendorong aktivitas belajar. Maksud inovatif disini adalah dalam kegiatan pembelajaran itu terjadi hal-hal yang baru, bukan saja oleh guru sebagai fasilitator belajar, tetapi juga oleh siswa yang sedang belajar. Dalam strategi pembelajaran yang inovatif ini, guru tidak saja tergantung dari materi pembelajaran yang ada pada buku, tetapi dapat mengimplementasikan hal-hal baru yang menurut guru sangat cocok dan relevan dengan masalah yang sedang dipelajari siswa. Demikian pula siswa, melalui aktivitas belajar yang dibangun melalui strategi ini, siswa dapat menemukan caranya sendiri untuk memperdalam hal-hal yang sedang dia pelajari.
Pembelajaran yang inovatif bagi guru dapat digunakan untuk menerapkan temuan-temuan terbaru dalam pembelajaran, terlebih lagi jika temuan itu merupakan temuan guru yang pernah ditemukan dalam penelitian tindakan kelas atau sejumlah pengalaman yang telah ditemukan selama menjadi guru. Melalui pembelajaran yang inovatif ini, siswa tidak akan buta tentang teknologi dan mereka bisa mengikuti perkembangan teknologi yang ada sekarang ini. Dengan demikian pembelajaran diwarnai oleh hal-hal baru sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.(Uno, 2012: 11).

3.                  Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas siswa selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah.
Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk merangsang kreativitas siswa, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan suatu tindakan. Berpikir kreatif selalu dimulai  dengan berpikir  kritis, yakni menemukan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu.Berpikir kritis harus dikembangkan dalam proses pembelajaran agar siswa terbiasa mengembangkan kreativitasnya. Pada umumnya, berpikir kreatif memiliki empat tahapan sebagai berikut,  yaitu:
a.          Tahapan pertama; persiapan, yaitu proses pengumpulan informasi untuk diuji.
b.        Tahap kedua; inkubasi, yaitu suatu rentang waktu untuk merenungkan  hipotesis informasi tersebut sampai diperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional.
c.         Tahap ketiga; iluminasi, yaitu suatu kondisi untuk menemukan keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat dan rasional.
d.       Tahap keempat; verifikasi, yaitu pengujian kembali hipotesis untuk dijadikan sebuah rekomendasi, konsep, atau teori.
Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu yang menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya baru. (Mulyasa, 2006: 192).

4.                  Pembelajaran Efektif
Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru kepada siswa membentuk kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan serta mendidik mereka dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Seluruh siswa harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran betul-betul kondusif dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi siswa.
Pembelajaran efektif menuntut keterlibatan siswa secara aktif, karena mereka merupakan pusat kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi. Siswa harus didorong untuk menafsirkan informasi yang disajikan oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Dalam pelaksanaannya perlu proses penukaran  pikiran, diskusi, dan perdebatan dalam rangka pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi standar yang harus dikuasai siswa.
Pembelajaran efektif perlu didukung oleh suasana dan lingkungan belajar yang memadai/kondusif. Oleh karena itu guru harus mampu mengelola siswa, mengelola kegiatan pembelajaran, mengelola isi/materi pembelajaran, dan mengelola sumber-sumber belajar. Menciptakan kelas yang efektif dengan peningkatan efektivitas proses pembelajaran tidak bisa dilakukan secara parsial,melainkan harus menyeluruh mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Proses pelaksanaan pembelajaran efektif dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:(1)   melakukan appersepsi, (2)melakukan eksplorasi, yaitu memperkenalkan materi pokok dan kompetensi dasar yang akan dicapai, serta menggunakan variasi metode, (3) melakukan konsolidasi pembelajaran, yaitu mengaktifkan siswa dalam pembentukan kompetensi siswa dan mengaitkannya dengan kehidupan siswa, (4) melakukan penilaian, yaitu mengumpulkan fakta-fakta  dan data/dokumen belajar siswa yang valid untuk melakukan perbaikan program pembelajaran. Untuk melakukan pembelajaran yang efektif , guru harus memerhatikan beberapa hal, sebagai berikut: (1) pengelolaan tempat belajar, (2) pengelolaan siswa, (3) pengelolaan kegiatan pembelajaran, (4) pengelolaan konten/materi pelajaran, dan (5) pengelolaan media dan sumber belajar. (Rusman, 2010: 325-326).

5.                   Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan ( not under pressure(Mulyasa, 2006:194). Dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan yang baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa dalam melakukan proses pembelajaran.
Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan, guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi yang tepat, serta memilih dan mengembangkan strategi yang dapat melibatkan siswa secara optimal.Ada empat aspek yang memengaruhi model PAIKEM, yaitu pengalaman, komunikasi, interaksi, dan refleksi. Apabila dalam suatu pembelajaran terdapat empat aspek tesebut, maka pembelajaran PAIKEM terpenuhi. 
a)       Pengalaman
Aspek pengalaman ini siswa diajarkan dapat belajar mandiri. Di dalamnya terdapat banyak cara untuk penerapannya antara lain seperti eksperimen, pengamatan, penyelidikan , dan wawancara. Aspek pengalaman ini siswa belajar banyak melalui berbuat dan dengan melalui pengalaman langsung.
b)      Komunikasi
Aspek komunikasi ini dapat dilakukan dengan beberapa bentuk, misalnya; mengemukakan pendapat, peresentasi laporan, dan memajangkan hasil kerja. Kegiatan ini siswa dapat mengungkapakan gagasan, dapat mengkonsolidasi pikirannya, mengeluarkan gagasannya, memancing gagasan orang lain, dan membuat bangunan makna mereka dapat diketahui oleh guru.
c)      Interaksi
Aspek interaksi ini dapat dilakukan dengan cara interaksi, Tanya jawab, dan saling melempar pertanyaan. Dengan hal-hal seperti itulah kesalahan makna yang diperbuat oleh siswa-siswa berpeluang untuk terkorelasi dan makna yang terbangun semakin mantap, sehingga dapat menyebabkan hasil belajar meningkat.
d)     Refleksi
1.      Aspek ini yang dilakukan adalah memikirkan kembali apa yang telah diperbuat/dipikirkan oleh siswa selama mereka belajar. Hal ini dilakukan supaya terdapatnya perbaikan gagasan/makna yang telah dikeluarkan oleh siswa dan agar mereka tidak mengulangi kesalahan. Di sini siswa diharapkan juga dapat menciptakan gagasan-gagasan baru. . (Rusman, 2010: 325-329).

A.                Ciri-ciri PAIKEM
Secara garis besar, ciri-ciri PAIKEM menurut pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)  adalah sebagai berikut:
a)      Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat (learning to do).
b)      Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
c)      Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan “pojok baca”.
d)     Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
e)      Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

Sedangkan menurut Rose dan Nocholl dalam (Jamal Ma’mur Asmani, 2011:84) mengatakan bahwa ciri-ciri pembelajaran yang menyenangkan adalah sebagai berikut.
a.       Menciptakan lingkungan tanpa stres (rileks), yaitu lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, namun dengan harapan akan mendapatkan kesuksesan yang lebih tinggi.
b.      Menjamin bahwa bahan ajar itu relevan.
c.       Menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif. Pada umumnya, hal tersebut dapat terjadi ketika belajar dilakukan bersama orang lain, ketika ada humor dan dorongan semangat, waktu rehat dan jeda yang teratur, serta dukungan antusias.
d.      Melibatkan secara sadar semua indra dan otak kiri maupun kanan.
e.       Menentang peserta didik untuk dapat berpikir jauh ke depan dan mengekspresikan apa yang sedang dipelajari, dan sebanyak mungkin kecerdasan yang relevan untuk memahami bahan ajar.
PAIKEM merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya. Pertama, proses Interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan dsb). Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play). Ketiga, proses Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses Eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara). (Jamal Ma’mur Asmani, 2011:84).

B.    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan PAIKEM
a.                   Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti apayang dimaksud
b.                  Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, kreatif, Efektif dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.
c.                  Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang
d.                 Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah.
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
e.                  Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
f.                   Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram
g.         Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka
h.                  Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAIKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAIKEM’.

C.                Prinsip-PrinsipPAIKEM
Pelaksanaan pembelajaran yang mengutamakan aspek keaktifan, kreatifitas dan inovatif, sehingga membuat pembelajaran menjadi efektif dan menyenangkan, menuntut guru untuk menguasai berbagai metode mengajar serta keterampilan dasar mengajar. Penguasaan berbagai metode mengajar tersebut akan memberi keleluasaan untuk memilih metode yang sesuai dengan metode yang sesuai dengan tujuan, materi, peserta didik dan aspek-aspek lainnya, sehingga prinsip-prinsip PAIKEM dapat diterapkan secara optimal.
Prinsip-prinsip pembelajaran PAIKEM antara lain:
1.      Mengalami : Peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental maupun emosional. Melalui pengalaman langsung pembelajaran akan lebih memberi makna kepada sisa dari pada hanya mendengarkan;
2.      Komunikasi : Kegiatan pembelajaran memungkinkan terjadinya komunikasi antara guru dan peserta didik;
3.      Interaksi : Kegiatan pembelajarannya memungkinkan terjadinya interaksi multi arah.
4.      Refleksi : Kegiatan pembelajarannya memungkinkan peserta didik memikirkan kembali apa yang telah dilakukan. Proses refleksi sangat perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian proses pembelajaran.

E.                Langkah-Langkah  PAIKEM
Sebagai tahapan strategis pencapaian kompetensi, kegiatan PAIKEM perlu didesain dan dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil maksimal. Berdasarkan panduan penyusunan KTSP, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan tatap muka, kegiatan tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah standar, beban belajarnya dinyatakan dalam jam pelajaran ditetapkan bahwa satu jam pelajaran tingkat SMA/SMK terdiri dari 45 menit, SMP terdiri dari 40 menit, dan untuk SD terdiri dari 35 menit tatap muka untuk Tugas Terstruktur dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur. Dalam hal ini guru perlu mendesain kegiatan pembelajaran tatap muka, tugas terstruktur dan kegiatan mandiri.
a)                  Kegiatan Tatap Muka
Untuk kegiatan tatap muka dilakukan dengan strategi bervariasi baik ekspositori maupun diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, tanya jawab, atau simulasi. Tapi jika sudah ada sekolah yang menerapkan sistem SKS, maka kegiatan tatap muka lebih disarankan dengan strategi ekspositori. Namun demikian tidak menutup kemungkinan menggunakan strategi diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, tanya jawab, atau demonstrasi.
b)                 Kegiatan Tugas terstruktur
Bagi sekolah yang menerapkan sistem paket, kegiatan tugas terstruktur tidak dicantumkan dalam jadwal pelajaran namun dirancang oleh guru dalam silabus maupun RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran). Oleh karena itu pembelajaran dilakukan dengan strategi diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek. Kegiatan tugas terstruktur merupakan kegiatan pembelajaran yang mengembangkan kemandirian belajar peserta didik, peran guru sebagai fasilitator, tutor, teman belajar. Strategi yang disarankan adalah diskoveri inkuiri dan tidak disarankan dengan strategi ekspositori. Metode yang digunakan seperti diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, atau simulasi.
c)      Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur
Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang dirancang oleh guru. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah diskoveri inkuiri dengan metode seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek.
PAIKEM dapat diterapkan pada pembelajaran Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal.
Pemilihan strategi ekspositori dilakukan atas pertimbangan:
1)      karakteristik peserta didik dengan kemandirian belum memadai;
2)      sumber referensi terbatas;
3)      jumlah pesera didik dalam kelas banyak;
4)      alokasi waktu terbatas; dan
5)      jumlah materi (tuntutan kompetensi dalam aspek pengetahuan) atau bahan banyak. (Tim Pengembang MKDP, 2012; 24).

2.1.      Model Pembelajaran Kelompok Dengan Pengaman
Model pembelajaran kelompok dengan pengaman adalah pola pembelajaran dimana anak-anak dibagi menjadi beberapa kelompok (biasanya menjadi tiga kelompok), masing-masing kelompok melakukan kegiatan yang berbeda. Dalam satu pertemuan, anak didorong harus mampu menyelesaikan 2 – 3 kegiatan dalam kelompok secara bergantian. Apabila dalam pergantian kelompok terdapat anak-anak yang sudah menyelesaikan tugasnya lebih cepat daripada temannya, maka anak tersebut dapat meneruskan kegiatan lain selama dalam kelompok lain masih ada tempat. Jika sudah tidak ada tempat, anak-anak tersebut dapat bermain pada tempat tertentu yang sudah disediakan oleh guru, dan tempat itulah yang disebut dengan kegiatan pengaman. Pada kegiatan pengaman sebaiknya disediakan alat-alat yang lebih bervariasi dan sering diganti sesuai dengan tema atau subtema yang dibahas.
Adapun strategi yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan model pembelajaran kelompok dengan pengaman ini adalah sebagai berikut :
a.                  Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas yang meliputi penataan ruangan maupun pengorganisasian peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan dan program yang direncanakan akan membantu pencapaian pembelajaran yang optimal. Untuk itu hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah :
•    Penataan perabot di ruangan harus disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
•      Pengelompokkan meja dan kursi anak disesuaikan dengan kebutuhan sehingga ruang gerak peserta didik leluasa. Susunan meja kursi dapat berubah-ubah. Pada waktu mengikuti kegiatan, anak tidak selalu duduk di kursi, tetapi dapat juga duduk di tikar/karpet.
•    Dinding dapat digunakan untuk menempelkan sarana yang dipergunakan sebagai sumber belajar dan hasil kegiatan anak, tetapi jangan terlalu banyak sehingga dapat mengganggu perhatian anak.
•    Peletakan dan penyimpanan alat bermain diatur sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya sehingga dapat melatih anak untuk pembiasaan yang ingin dicapai seperti kemandirian, tanggung jawab, membuat keputusan, kebiasaan mengatur kembali peralatan dan sebagainya.
Alat bermain untuk kegiatan pengaman diatur dalam ruangan, sehingga dapat berfungsi apabila diperlukan oleh peserta didik.


b.                  Langkah-langkah Kegiatan
Kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1)             Kegiatan Pendahuluan/Awal
Kegiatan pendahuluan/awal dilaksanakan secara klasikal artinya kegiatan yang dilakukan oleh seluruh anak dalam satu kelas, dalam satu satuan waktu dengan kegiatan yang sama dan sifatnya pemanasan, misalnya berdiskusi dan tanya jawab tentang teman dan sub teman atau pengalaman yang dialami anak. Jika pada waktu diskusi terjadi kejenuhan diharapkan guru membuat variasi kegiatan, misalnya kegiatan fisik/motorik atau permainan yang melatih pendengaran anak.
2)             Kegiatan Inti
Sifat dari kegiatan ini adalah kegiatan yang mengaktifkan perhatian, kemampuan dan sosial emosi anak. Kegiatannya terdiri dari bermacam-macam kegiatan bermain yang dipilih dan disukai anak agar dapat bereksplorasi, bereksperimen, meningkatkan pengertian-pengertian, konsentrasi, memunculkan inisiatif, kemandirian dan kreativitasnya serta dapat membantu dan mengembangkan kebiasaan bekerja yang baik.
Pada kegiatan ini anak terbagi beberapa kegiatan kelompok, artinya dalam satu satuan waktu tertentu terdapat beberapa kelompok anak melakukan kegiatan yang berbeda-beda. Pengorganisasian anak saat kegiatan pada umumnya dengan kegiatan kelompok, namun ada kalanya diperlukan menggunakan kegiatan klasikal maupun individual.
Sebelum anak dibagi menjadi kelompok, guru menjelaskan kegiatan atau hal-hal yang berkaitan dengan tugas masing-masing kelompok secara klasikal. Pada kegiatan inti dalam satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Guru bersama anak dapat memberi nama masing-masing kelompok. Anak diberi kebebasan untuk memilih kegiatan yang ada pada kelompok yang diminatinya dan tempat yang disediakan. Semua anak hendaknya secara bergantian mengikuti kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh guru. Setelah anak dapat mengikuti secara teratur, maka anak boleh memilih kegiatan sendiri dengan tertib.
Anak-anak yang sudah menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari pada temannya dapat meneruskan kegiatan di kelompok lain. Jika tidak tersedia tempat, anak tersebut dapat melakukan kegiatan di kegiatan pengaman.


Fungsi kegiatan pengaman adalah :
a)              Sebagai tempat kegiatan anak yang telah menyelesaikan tugasnya lebih cepat sehingga tidak mengganggu teman lain.
b)             Untuk memotivasi anak agar cepat menyelesaikan tugasnya.
c)             Untuk mengembangkan aspek emosional, sosial, kemandirian, kerja sama dan kreativitas anak.
Sebaiknya alat-alat yang disediakan pada kegiatan pengaman lebih bervariasi dan sering diganti disesuaikan dengan teman atau sub tema yang dibahas. Pada waktu kegiatan kelompok berlangsung, guru tidak berada di satu kelompok saja melainkan juga memberikan bimbingan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan walaupun peserta didik tersebut berada di kelompok lain.

3)                 Istirahat/Makan
Kegiatan ini kadang-kadang dapat digunakan untuk mengisi indikator/kemampuan yang hendak dicapai yang berkaitan dengan kegiatan makan, misalnya tata tertib makan, jenis makanan bergizi, rasa sosial dan kerjasama. Setelah kegiatan makan selesai, waktu yang tersisa dapat digunakan untuk bermain dengan alat permainan di luar kelas yang bertujuan mengembangkan fisik/motorik. Apabila dianggap waktu untuk istirahat kurang, guru dapat menambah sendiri waktu istirahat dengan tidak mengambil waktu kegiatan lainnya, misalnya bermain sebelum kegiatan awal atau sesudah kegiatan penutup.
4)                 Penutup
Kegiatan yang dilaksanakan pada kegiatan penutup menenangkan anak dan diberikan secara klasikal, misalnya membaca cerita dari buku, pantomin, menyanyi, atau apresiasi musik dari berbagai daerah.
Kegiatan ini diakhiri dengan tanya jawab mengenai kegiatan yang berlangsung, sehingga anak memaknai kegiatan yang dilaksanakan.

c.         Penilaian
Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung guru hendaknya mencatat segala hal yang terjadi baik terhadap program kegiatannya maupun terhadap perkembangan peserta didik. Segala catatan guru digunakan sebagai bahan masukan bagi keperluan penilaian.
(http://www.kata-bijak.web.id/2014/08/makalah-tentang-model-pembelajaran.html)


BAB III
PENUTUP

3.1.      Kesimpulan
PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.Siswa tidak memungkiri metode “PAIKEM” sama dengan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan” merupakan metode yang sangat mengerti dan memahami kondisi siswa.
Ada empat aspek yang memengaruhi model PAIKEM, yaitu pengalaman, komunikasi, interaksi, dan refleksi. Apabila dalam suatu pembelajaran terdapat empat aspek tesebut, maka pembelajaran PAIKEM terpenuhi. 
Model pembelajaran kelompok dengan pengaman adalah pola pembelajaran dimana anak-anak dibagi menjadi beberapa kelompok (biasanya menjadi tiga kelompok), masing-masing kelompok melakukan kegiatan yang berbeda. Dalam satu pertemuan, anak didorong harus mampu menyelesaikan 2 – 3 kegiatan dalam kelompok secara bergantian.

3.2.            Saran
Dari kesimpulan diatas, adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu sebagai berikut.
1.                                          Sangatlah perlu pendekatan pembelajaran PAIKEM ini diberlakukan disekolah.
2.                  Model pembelajaran kelompok dengan sudut pengaman sangatlah cocok digunakan untuk sekolah TK yang lahannya terbatas seperti TK penukis.